aji.solokota@email.com 

aji.solokota@email.com

Memahami feature

 

 

 

 

 

Memahami feature

 

Oleh: Ichwan Prasetyo

(Tulisan ini dilengkapi kutipan tulisan Farid Gaban soal feature yang diunggah pada laman pena.co.id)

 

Mulanya, feature

Cukup sulit mendefinisikan secara baku dan konkret apa itu feature. Di dalam ilmu Matematika saja jika semakin masuk ke sisi telaah filosofisnya akan sampai pada kenyataan bahwa kepastian itu ternyata relatif, apalagi jika berbicara dalam ranah hasil karya tulisan.

Akan lebih mudah jika disuguhkan beberapa bentuk tulisan kemudian menilai ini feature, yang itu bukan feature. Kendati demikian ada pengertian singkat yang bisa menjadi panduan untuk meraba-raba apa itu feature.

Acuan klasik yang sampai kini menjadi acuan dasar untuk mendefinisikan feature kurang lebih demikian. Feature adalah artikel kreatif yang kadang-kadang subyektif, yang terutama dimaksudkan untuk membuat senang, menghibur, serta memberikan informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek dalam kehidupan.

Ada juga yang memberi pengertian feature sebagai tulisan yang cenderung lebih untuk menghibur daripada untuk menginformasikan. Hati-hati dengan pengertian ini! Di dalamnya ada rambu-rambu “untuk membuat senang” dan “cenderung lebih untuk menghibur”.

Sejatinya kedua hal ini lebih untuk memberikan “identitas” khusus pada tulisan yang disebut feature. Kedua ungkapan ini tidak menegasikan aspek “menginformasikan”. Aspek memberi informasi pada feature tidak lantas dinomorduakan, didudukkan pada posisi yang tidak lebih penting ketimbang membuat senang dan cenderung lebih untuk menghibur.

Justru dalam praktik penulisan feature, filosofinya adalah sebaliknya. Aspek memberi informasi, yang tentunya berlandaskan fakta, adalah hal yang paling penting dan mendasar. Fakta adalah nyawa jurnalisme, fakta adalah hal tersuci dalam jurnalisme, termasuk dalam menulis feature.

Hanya, dalam gaya penulisannya, aspek memberikan informasi ini menggunakan semangat dan upaya untuk “menghibur” dan “membuat senang” pembaca. Karena aspek inilah, kemudian feature dikenal sebagai tulisan kelas “mewah” dalam ranah jurnalisme. Dia tidak terikat keketatan waktu dan aktualitas. Yang namanya newspeg atau momentum berita, kemudian menjadi sesuatu yang bukan prioritas utama. Oleh orang-orang Tempo feature kerap disebut tulisan awet.

Tidak seperti tulisan biasa, menulis feature memungkinkan jurnalis menciptakan sebuah cerita. Tentu saja, sekali lagi, dalam ranah jurnalisme, cerita ini tetap harus akurat, berlandaskan fakta. Sebab di tengah status “mewah”-nya, feature tetaplah karya jurnalistik, bukan fiksi.

Kreativitas penulis feature bisa dilihat dalam kemampuannya mengembangkan sebuah berita biasa, atau salah satu aspek dari berita biasa, menjadi tulisan awet yang informatif, menghibur dan membuat senang. Pendeknya, menjadi tulisan yang enak dibaca berulang kali, tidak membosankan, betul-betul menarik, dan masih enak dibaca lagi di waktu yang lain.

Sebagian feature, atau beberapa feature, ditulis dalam ranah subyektivitas penulisnya, menggunakan bahasa “aku”. Akibatnya, jurnalis atau penulis feature punya peluang untuk melibatkan emosi dan pikirannya sendiri. Keterlibatan emosi dan pikiran inilah yang membuat feature cenderung “menyentuh” pikiran dan emosi pembacanya. Ini pembeda feature dengan tulisan lainnya.

Yang perlu diingat, dalam gaya penulisan yang membuka peluang terlibatnya subyektivitas penulis ini, jangan sampai kelewatan. Jangan sampai jurnalis, penulis feature, terjebak dalam “keakuan” yang terlalu menonjol. Subyektivitas dalam penulisan feature tetap harus dibingkai azas karya jurnalistik, obyektif.

Feature dimungkinkan (dan bahkan biasanya memang demikian) mengabaikan aktualitas. Namun, feature mampu memberikan informasi kepada pembaca mengenai situasi, atau aspek kehidupan, yang mungkin diabaikan dalam penulisan berita biasa di koran. Ada banyak feature dengan tema ringan, tapi karena ditulis dengan sangat baik, informatif, mampu mengetuk sanubari pembaca yang menumbuhkan aksi nyata menuju perubahan konstruktif.

Feature itu menghibur. Setidaknya selama puluhan tahun terakhir, feature menjadi model tulisan yang paling banyak dipilih oleh media harian, koran, untuk bersaing dengan media elektronik. Koran tidak mungkin mampu bersaing dengan radio berita, portal berita dan televisi dalam hal aktualitas.

Namun, media elektronik juga tidak akan mampu menyajikan berita teraktual secara komprehensif, mencakup semua aspek kehidupan yang diberitakan. Feature bagi media harian, koran, menjadi peluang baginya untuk bersaing dengan media elektronik. Berita teraktual koran pasti lebih lambat dibanding berita yang sama yang diproduksi oleh media elektronik.

Feature menjadi media bagi koran untuk menutup kelemahannya dalam ranah aktualitas ini. Dengan feature, koran bisa menyajikan informasi dengan format tulisan yang “tidak pernah basi” kepada pembaca. Dan, tentu saja, informasi yang disampaikan melalui feature jauh lebih lengkap dan komprehensif dibanding berita aktual untuk aspek kehidupan yang sama.

Lalu sepanjang apa tulisan yang disebut feature itu? Dalam kegiatan jurnalisme, panjang pendeknya tulisan feature ditentukan oleh sepanjang apa penulisnya menganggap tulisannya itu menarik. Bisa Cuma tiga atau lima paragraf. Bisa pula hingga 30.000 atau malah 50.000 karakter.

Sebagaimana tulisan jurnalisme lainnya, menulis feature harus memperhatikan akurasi. Akurasi adalah mahkota jurnalisme. Selain akurat, kumpulkan informasi dengan tepat, gunakan ejaan dan pilihan kata yang tepat, tangkap kesalahan yang terjadi (nihilkan kesalahan dalam tulisan).

Untuk mengawali tulisan feature yang menarik, pilih lead yang pas. Bisa lead ringkasan, bercerita, deskriptif, kutipan, bertanya, menuding langsung, menggoda, nyentrik, kombinasi atau pilihan gaya lead lainnya. Menulis lead harus ringkas, alineanya ringkas dan gunakan kata-kata aktif. Gaetlah pembaca sejak kata pertama.

Teknik penulisannya bisa bergaya spiral, blok atau mengikuti tema. Untuk itu siapkan empat senjata utama agar feature yang dihasilkan menarik. Keempatnya yaitu fokus, deskripsi, anekdot dan kutipan. Jenis feature sendiri ada dua, feature berita dan feature human interest. Profil pribadi juga bisa digolongkan feature.

Untuk membuat tulisan feature yang baik, perhatikan tujuh “gagal” yang hal yang harus dihindari:

·

 

Gagal menekankan segala yang penting — seringkali karena gagal meyakinkan bahwa kita memahami informasi yang kita tulis.

·

 

Gagal menghadirkan fakta-fakta yang mendukung.

·

 

Gagal memerangi kejemuan pembaca. Terlalu banyak klise, hal-hal yang umum. Tak ada informasi spesifik yang dibutuhkan pembaca.

·

 

Gagal mengorganisasikan tulisan secara baik — organisasi kalimat maupun keseluruhan cerita.

·

 

Gagal mempraktekkan tata bahasa secara baik; salah membubuhkan tanda baca dan salah menuliskan ejaan.

·

 

Gagal menulis secara balans, sebuah dosa yang biasanya merupakan akibat ketidakpercayaan kepada pembaca, atau keengganan untuk membiarkan fakta-fakta yang ada mengalirkan cerita sendiri tanpa restu dari persepsi penulis tentang arah cerita yang benar. Dengan kata lain: menggurui pembaca, elitis.

See also  Perlu Jurnalisme Solusi untuk Bedah Isu Krisis Iklim

Artikel Terkait

One Reply to “Memahami feature”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

aji.solokota@gmail.com