aji.solokota@email.com 

aji.solokota@email.com

Pasien Covid-19 yang Meninggal Punya Riwayat Merokok, Surakarta Darurat KTR

Belakangan sebuah informasi viral di media sosial yang menyatakan bahwa rokok dapat mencegah Covid-19. Padahal, sebaliknya perokok memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terserang Covid-19 dengan angka kematian yang lebih tinggi.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota Surakarta, Siti Wahyuningsih, dalam diskusi daring bertajuk Implementasi Kawasan Tanpa Rokok di Masa Pandemi Covid-19 pada Jumat (5/6/2020) melalui aplikasi Google Meet. Diskusi yang dihadiri lebih dari 20 orang ini menghadirkan Siti Wahyuningsih dan Shoim Sahriyati.

Pada sesi pertama, Siti mengungkap kasus kematian perokok aktif ketika pandemi. Menurutnya, dari 4 orang pasien Covid-19 di Surakarta yang meninggal dunia, mereka memiliki riwayat adalah merokok atau penyakit penyerta atau komorbid. Penyakit komorbid yang banyak ditemukan pada pasien Covid-19 adalah hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru, dan diabetes.

Siti mengungkapkan banyak pasien yang sebelumnya telah menderita penyakit tersebut, lalu diperparah dengan rokok yang membuat kondisi tubuh tidak bugar.

“Kondisi kesehatan perokok umumnya sudah memiliki masalah pada paru-paru yang diakibatkan oleh zat-zat yang terisap dalam aktivitas merokok yang dilakukan dalam waktu lama,” terang Siti.

Karena itu, Siti juga menampik anggapan bahwa rokok dapat mencegah dan menyembuhkan Covid-19. Sebaliknya, berdasarkan temuan di lapangan, rokok justru dapat memperparah pasien Covid-19. Ditambah adanya penyakit komorbid akibat rokok, risiko terinfeksi Covid-19 makin tinggi.

Masalahnya, masih banyak keluarga di Kota Surakarta yang belum bebas dari asap rokok. Menurut data perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) Surakarta, kata Siti, pada 2019 presentase keluarga yang tidak merokok sebanyak 56% – 57%. Artinya, lebih dari 40% keluarga lainnya masih terdapat perokok.

Kawasan Tanpa Rokok

Kota Surakarta sendiri sudah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9/2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Ada pun cakupan KTR adalah fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit (RS), tempat proses pendidikan, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan ruang publik. Dalam perda tersebut, setiap orang yang berada di KTR dilarang merokok kecuali pada tempat khusus yang sudah disediakan.

See also  AJI Mengingatkan Tanggung Jawab Perusahaan Media Soal Kasus Covid-19

Namun, pada faktanya masih banyak pelanggaran yang ditemukan di KTR. Dalam pantauan Yayasan Kakak Surakarta, masih terdapat perokok atau penjual rokok di KTR. Selain itu belum semua KTR diberi tanda larangan merokok, dan bahkan terdapat beberapa pedagang sekitar yang bebas menjual rokok.

Siti menegaskan bahwa untuk mewujudkan KTR, butuh peran masyarakat dan bukan hanya pemerintah. “Ini tidak hanya peran pemerintah tapi peran masyarakat juga besar dalam ktr ini,” ujar dr. siti.

Adanya pelanggaran tersebut juga berdampak pada orang lain yang berada di sekitarnya sebagai perokok pasif. Apalagi pada masa pandemi, perokok rentan terinfeksi Covid-19. Penelitian dari Center for Tobacco Control Research and Education Department of Medicine, University of California menyebutkan bahwa perokok memiliki risiko terdampak Covid-19 2,25 kali lebih besar daripada yang tidak merokok.

Situ mengimbau untuk bersama-sama menciptakan udara bersih yang dapat mulai dari lingkungan masing-masing. “Intinya adalah bagaimana masyarakat mewujudkan KTR di lingkungan masing-masing. Mari bersama-sama mewujudkan derajat kesehatan masyarakat kita dengan menciptakan udara bersih di sekitar kita,” pungkas Siti.

Hasil Monitoring

Sementara itu, Direktur Yayasan Kakak, Shoim Sahriyati, membeberkan berbagai pelanggaran di KTR hasil dari monitoring di puluhan titik. Dia menyoroti masih ada promosi atau iklan rokok di berbagai KTR. Shoim menjelaskan bahwa target dari promosi industri rokok adalah anak-anak dan remaja.

“Industri rokok targetnya ketika promosi adalah anak-anak dan remaja, yang mana mereka dapat menggantikan orang yang sakit karena rokok,” terang shoim.

Pada saat melakukan monitoring, Yayasan Kakak berkolaborasi dengan Forum Anak Surakarta. Hasilnya, masih banyak orang yang merokok di KTR.

“Sungguh disayangkan, dalam waktu 1 jam, anak-anak berhasil menemukan sebanyak 1.830 puntung rokok pada KTR. Di sini dapat dikatakan bahwa pengawasan dan implementasi belum dapat berjalan secara baik,” kata Shoim.

See also  Pemkot Targetkan Kota Surakarta Bebas Asap Rokok 2023

Fakta lain yang disayangkan adalah ketika Tim Monitoring memantau kawasan Taman Cerdas Surakarta yang menjadi pusat edukasi dan bermain anak. Di sana masih ditemukan banyak penjual rokok, orang yang merokok, tercium aroma asap rokok, dan banyak putung rokok.

Shoim menyatakan perlindungan anak sudah sepatutnya menjadi tugas bersama agar kelak mereka tidak menjadi perokok aktif. Selain itu juga melindungi anak dari asap rokok orang lain agar tidak menjadi perokok pasif.

“Perlindungan anak menjadi tugas bersama sehingga dia tidak menjadi perokok aktif, melindungi mereka tidak mejdi perokok pasif, dan monitoring. Lakukan sesuatu yang dapat kita lakukan,” pesan Shoim. (Zalfaa Azlia)

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

aji.solokota@gmail.com