aji.solokota@email.com 

aji.solokota@email.com

Ironi Kawasan Tanpa Rokok Surakarta, Taman Cerdas Pun Banyak Perokok

Peraturan Daerah (Perda) No 9 Tahun 2019 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Surakarta dinilai masih belum terimplementasi dengan baik. Terwujudnya lingkungan yang sehat bagi masyarakat sebagaimana tujuan Perda KTR diyakini akan sulit tercapai bila penerapannya masih seperti saat ini.

Penilaian itu disampaikan oleh Direktur Yayasan Kakak Surakarta, Shoim Sahriyati, dalam diskusi online bertema Implementasi KTR di Masa Pandemi Covid-19, Jumat (5/6/2020).

Berdasarkan laporan dari monitoring Yayasan Kakak dan Forum Anak Surakarta masih ditemui pelanggaran terhadap 80 kawasan tanpa rokok di Surakarta. Indikator yang dilihat dari monitoring ini ada Sembilan hal antara lain adanya orang merokok, tercium asap rokok, asbak, putung rokok, tempat khusus merokok, tanda larangan merokok, adanya penjual rokok, kerjasama dengan industri rokok dan merokok di pintu keluar masuk.

Ironisnya berdasarkan data tersebut ada dua area anak-anak yang memiliki angka pelanggaran KTR yang tinggi. Keduanya adalah taman cerdas dan sekolah. “Sebagai kota percontohan taman cerdas di Indonesia, masih banyak ditemui orang yang merokok dan penjual rokok,” kata Shoim.

Shoim meminta Pemerintah kota Surakarta lebih serius membebaskan taman cerdas dari asap rokok. Kemudian dari 10 sekolah yang dilakukan monitoring, baru 46% atau kurang dari setengah yang memasang tanda larangan merokok di sekolah.

“Selain itu masih ditemukan orang merokok di pintu keluar masuk sekolah. Bahkan banyak ditemui iklan dan promosi rokok beserta penjual rokok di sekitar sekolah,” terang Shoim.

Dia menilai hal ini penting untuk menjadi perhatian karena jumlah perokok anak di Indonesia terus meningkat. Bahkan di tahun 2018 jumlah perokok anak berada di angka 7,8 juta atau sama dengan membutuhkan 101 stadion Gelora Bung Karno untuk menampung perokok anak di tahun 2018. Minimnya regulasi seperti tidak terimplementasinya KTR adalah salah satu penyebab bertambahnya perokok anak.

See also  Bayang-Bayang Pneumonia Anak di Kota Ramah Anak

Bappenas pernah mengingatkan perokok anak pada tahun 2030 akan berada di angka 15,95 % atau 15,8 juta anak. Sehingga mengancam bonus demografi Indonesia di tahun 2030, karena angkatan kerja yang berlimpah saat itu tidak berkualitas karena dampak buruk rokok. (Fauzan Munib)

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

aji.solokota@gmail.com