Merokok sudah menjadi hal yang biasa di tengah-tengah masyarakat, bahkan menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Perokok sendiri digolongkan menjadi dua, yakni perokok aktif (orang yang menghisap langsung dari rokok tembakaunya) dan perokok pasif (orang yang berada di sekitar yang terpapar dan tidak sengaja menghirup asap rokok).
Tingkat merokok rata-rata di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Data terbaru dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019, menunjukkan bahwa 40,6% pelajar di Indonesia (usia 13-15 tahun), 2 dari 3 anak laki-laki, dan hampir 1 dari 5 anak perempuan, sudah pernah menggunakan produk tembakau.
Hal tersebut membuktikan bahwasannya merokok tidak hanya menjadi kebiasaan masyarakat dewasa, namun pelajar pun juga menjadikan hal tersebut menjadi kebiasaan. Padahal, dalam kemasan rokok sendiri sudah dicantumkan bahaya merokok berupa gambar dan tulisan. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau.
Dampak dari merokok sangat buruk bagi kesehatan seperti hipertensi, pneumonia, tuberkulosis (TB), jantung, diabetes, dan kanker. Bahkan setiap tahun sekitar 225.700 orang di Indonesia meninggal akibat merokok atau penyakit lainnya yang berkaitan dengan tembakau.
Namun, hal tersebut tidak diindahkan bagi perokok aktif. Banyak orang tetap melakukan kebiasaan merokok tanpa memikirkan lebih jauh tentang bahayanya, karena sudah menjadi candu bagi mereka.
Menurut data dari Dinas Kesehatan Surakarta 2018, kasus hipertensi mencapai 45.702 (62.19%) atau jumlah kasus penyakit tertinggi yang dilaporkan di Solo. Selain itu, ada 398 kasus Tuberkulosis (TB) atau 0.57%. Sementara itu, masih ada 346 kasus pneumonia anak atau 0,5%.
Data itu tidak menyebutkan penyebab kasus hipertensi, TB, atau pneumonia yang terjadi di Solo. Namun kebiasaan merokok bisa meningkatkan risiko seseorang terjangkit kedua penyakit tersebut. Artinya, ada begitu banyak warga Solo yang rentan terhadap asap rokok.
Di sini menggambarkan efek buruk dari merokok dirasakan pula oleh anak-anak. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kemungkinan penyebabnya. Pertama adalah anak yang sudah terbiasa merokok, dan yang kedua adalah anak yang menjadi perokok pasif. Hal tersebut sangat memprihatinkan karena dampak buruk merokok tidak hanya dirasakan perokok aktif tapi juga perokok pasif.
Generasi muda bahkan anak-anak sudah dihadapkan dengan kenyataan seperti ini, kebanyakan dari mereka sudah menjadi perokok pasif bahkan perokok aktif. Menjadi hal yang lumrah di kalangan anak muda saat ini dengan merokok, di mana hal tersebut menunjukkan gaya atau trend tersendiri di kalangan mereka. Sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian khusus bagi masyarakat terutama pemerintah, untuk meminimalisir kebiasaan merokok bisa dengan membuat program Kawasan Tanpa Rokok (KTR),menghimbau di sekolah-sekolah untuk melarang pelajar untuk merokok, dan orang tua yang lebih mengawasi kebiasaan anak. Masyarakat diharapkan lebih memahami dan sadar akan risiko merokok bagi kesehatan demi kemakmuran generasi muda di masa depan. (Anisa Yuliana)