aji.solokota@email.com 

aji.solokota@email.com

Teve Klenik Van Java

Oleh: Ariyanto (Ketua AJI Solo)

Sejumlah teve lokal di Jawa Tengah hidup mengandalkan iklan klenik dan pengobatan alternatif.  Teguran Komisi Penyiaran tak mempan.

Sore merangkak petang. Seorang lelaki muda, bercelana dan berkaos putih, mondar-mandir antara ruangan master control dan studio Cakra TV, sebuah televisi lokal, di Semarang. ”Pokoke ini blocking time, gak iso ono iklan liyane,” kata pria bernama Cilik Guntur Bumi itu  kepada kru master control. Program lalu di-roll  ke segmen pembuka.
Masuk segmen satu, Cilik Guntur Bumi muncul. Kali ini on cam. Ternyata ia menjadi host alias pembawa acara program Syiar dan Doa. Program live yang disiarkan langsung dari  sebuah rumah yang dikontrak Cakra TV sebagai studio di daerah Gajah Mungkur Semarang. Teve yang mengudara di ibu kota Jawa Tengah sejak 2005 ini adalah satu dari enam teve lokal jaringan Bali TV, yang dimiliki Satria Narada, pemilik koran Bali Post.

Tak berapa lama, seorang penonton menelpon ke studio. Suara diujung telpon mengaku bernama Sarjono, domisili di Kendal, wilayah sebelah barat Semarang. Lalu break. Selama off air,  Cilik Guntur menanyakan keluhan, kebiasaan, hingga menebak perangai si penelpon. Nasehat ala embah dukun pun diberikan pada pria penelpon itu agar tidak gampang marah dan sabar dalam masalah.

Di segmen kedua, Cilik Guntur meminta Sarjono menyiapkan segelas air putih dan menyebut keluhan penyakitnya. Sarjono lalu diminta berdoa bersama, dan meminum air putih di gelas. “Gimana, Pak?”, tanya seseorang dari studio. “Alhamdullillah. Saya lebih baik,” sahut Sardjono yakin. Cilik lantas mengatakan pada penonton, sugesti dukun obat, bahwa aksi mujarab itu tidak direkayasa. Sarjono bukanlah karyawan stasiun televisi itu, anak buahnya atau kenalannya.

Di tigapuluh menit kedua, Susilo Wibowo alias Cilik mengubah penampilan. Berbaju koko dan peci putih, dengan surban terselempang dari leher hingga menutup separuh badannya, pria itu dikelilingi anak buahnya. Seperti pada tiga puluh menit pertama, usai melayani penelpon yang masuk, ‘mantra’ dukun obat tak lupa diucapkannya.

Syiar dan Do’a, cuma labelnya saja mirip acara dakwah, sejatinya adalah tayangan penyembuhan penyakit lewat doa. Program berdurasi satu jam itu di-blocking dan dibawakan khusus oleh ustadz yang merangkap pemilik rumah produksi PT Cilik Guntur Bumi Entertainment ini. Di kalangan pertelevisian Semarang atau Jawa Tengah, sarjana teknik yang dekat dengan KH. Abdurachman Wahid atau Gus Dur ini dikenal sebagai spesialis acara mistik. Nama Cilik Guntur Bumi pun katanya hadiah Gus Dur.

Pria yang juga punya titel Master of Bussiness Administration ini, lewat rumah produksinya pernah membuat program Penjelajah Halilintar.  Program ini mengadaptasi tayangan Uka – Uka yang pernah populer di Televisi Pendidikan Indonesia. Isinya atraksi mengusir hantu dan gangguan gaib di sekitar rumah atau lingkungan warga.  Acara itu ditayangkan di Cakra TV tiap Minggu jam 20.30 malam itu. Komisi Penyiaran dan Informasi Daerah (KPID) Jawa Tengah pernah melarang program itu karena menyalahi aturan jam tayang.

Bisa dibilang semua teve lokal di Jawa Tengah masih dan pernah membuat program tayangan pengobatan alternatif dan mistik. Misalnya Warung Sehat di SUNTV. Di Solo, Terang Abadi (TA) TV punya Jempol dan Rahasia Lelaki yang ditayangkan setiap Senin dan Sabtu pukul 22.00 WIB. Juga Sehat Lelaki dan Solusi Alternatif. TV Borobudur, meski saat ini tak menayangkan program sejenis, dulu punya Memedi, yang bertema seputar hantu.  Memedi (artinya hantu, red) hanya bertahan 6 episiode. ”Setelah evaluasi intern,  acara itu kami hentikan”, kata Didik Supratikno, pemimpin redaksi TVB—demikian teve Borobudur biasa disebut–tanpa menyebut persis alasannya.

Cakra TV memiliki program pengobatan alternatif dan supranatural paling banyak. Selain Pengobatan Bu Nur Halimah dan Syiar dan Doa, masih ada Pengobatan Ki Cilik, Konsultasi Ilmu Ghaib dan Metafisika, Dialog Bio Brajamusti, serta Klinik Kirana. Isinya beragam, dari cara pengobatan bekam (sedot darah), pijat, ramuan herbal hingga penyembuhan dari gangguan mahluk halus.  Ada yang dikemas live atau siaran langsung dan bincang-bincang atau talk show. Semuanya dengan pola interaktif,  memberi peluang konsultasi pertelepon dengan sang host.

Program-program itu banyak penggemarnya. Direktur Utama TVKU Semarang Lilik Eko Nuryanto menjelaskan animo masyarakat yang tinggi bisa dilihat dari jumlah penelpon maupun pengunjung di studio. ”Pernah suatu kali banyak orang sengaja datang ke studio minta diobati langsung,” kata Lilik. Stasiun teve mana tak senang bila acaranya disambut macam pasar kaget itu.

Menurut Widodo Mukti, pakar komunikasi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, kesuksesan genre acara yang berbau alternatif dan mistik itu karena teve lokal bisa menggali potensi lokal. “Juga didorong fakta sosiologis masyarakat cenderung mencari kesembuhan di luar upaya medis normatif,” katanya. Upaya medis kerap dinilai gagal oleh si pasien, karena ongkos medis kian hari tambah mahal.

Karena itu pula kecaman juga banyak. Program-program pengobatan alternatif dicap banyak membohongi dan menyesatkan penonton.  Anggota KPID Jawa Tengah Bidang Pengawasan Isi Siaran, Zaenal Abidin, menilai program jenis itu membohongi masyarakat. ”Pernah ada tayangan pengobatan alternatif yang memperagakan penyembuhan dengan air putih dan doa–doa. Saat pasien belum merasakan kesembuhan, langsung dinyatakan sembuh,” kata Zaenal. Komisi kemudian menegur acara tersebut. “Bukan hanya menyangkut cara pengobatan, jam tayangnya juga melanggar,” lanjut komisioner yang juga karyawan surat kabar Suara Merdeka itu.

Menurut KPID, acara pengobatan alternatif, supranatral, mistik dan sejenisnya harus ditayangkan setelah jam 22.00 malam, atau setelah jam menonton keluarga. Selain Cakra TV, KPID juga menegur sejumlah teve lokal seperti Banyumas TV di Banyumas, Borobudur TV, Pro TV (kini beralih menjadi SUNTV setelah diakuisisi oleh Media Nusantara Citra (MNC),  TVKU, TVRI Jawa Tengah, keempatnya di Semarang, serta Terang Abadi TV di Solo.

See also  Workshop Reformasi Sektor Keamanan

Dalam Peraturan KPI Nomor 3 tahun 2007 tentang Standar Program Siaran khususnya Bagian Tayangan Supranatural dalam Program Faktual, di pasal 9 ayat 1 memang diatur program dan promo faktual yang bertema dunia gaib, paranormal, klenik, praktik spiritual magis, mistik, kontak dengan roh hanya dapat ditayangkan antara pukul 22.00 – 03.00 sesuai waktu setempat. Pada ayat berikutnya juga diatur, program dan promo faktual yang menampilkan pengobatan non medis dengan menggunakan kekuatan supranatural dapat disiarkan antar pukul 22.00 – 03.00.  Tayangan program pengobatan alternatif juga dilarang mengandung unsur manipulasi.

Kenyataannya, menurut Zaenal, banyak pengelola teve lokal mengabaikan teguran KPID. “Surat dan pesan pendek yang saya kirim tidak dibalas”, katanya. Program yang ditegur pun tak mengalami perbaikan. Malah, Komisi mendengar beberapa teve lokal berniat tidak akan menaati teguran. Diacuhkan begitu, tak kurang akal, Zaenal merilis teguran Komisi di koran. Barulah reaksi dari pengelola teve lokal dan pengelola pegobatan alternatif muncul. Termasuk dari pengelola Syiar dan Doa. ”Mengucapkan terima kasih atas binaan yang diberikan ke Syiar dan Do’a di TVKU, Cakra TV, dan TVRI”, demikian pesan singkat ke telepon Zaenal.

Komisi kerap menerima keluhan masyarakat soal tayangan yang dianggap aneh-aneh itu. Keluhan itu masuk lewat Sms Center milik Komisi, faksimili, telepon, atau website.  Tapi tak semua keluhan dan pengaduan itu bisa diproses. Soalnya, KPID Jawa Tengah berada di Semarang, sementara Teve lokal tersebar sampai di Kebumen, Solo, dan Banyumas. ”Komisi tidak punya alat pemantauan seluas itu,” kata Zaenal.

Namun teguran tinggal teguran. Acara-acara itu masih terus ditayangkan di luar waktu yang ditentukan. Pihak teve dan pembeli hak siar saling melempar argumentasi. Umumnya, keduanya menyatakan sudah terikat kontrak, sehingga perlu kesepakatan baru. Alasan lain, alokasi waktu yang ditentukan KPI akan membuat tayangan mistik dan sejenisnya, terlalu malam dan tidak ditonton.

Syiar dan Do’a misalnya, masih tayang di TVKU setiap Sabtu pukul 16.45 – 17.45 WIB. Bahkan, di Cakra TV program tersebut muncul dua kali  sepekan,  yaitu Selasa pukul 17.00 – 18.00 dan Minggu pukul 20.30 – 20.30. Lilik mengungkapkan, TVKU memberi slot tayang sore hari karena program tersebut, sesuai namanya, hanya berisi dzikir dan do’a. ”Tidak lagi acara yang bersifat magis dan klenik,” katanya.

Bagi Lilik, mempertahankan program yang ‘laku’ di TVKU jauh lebih penting. “Mencari iklan nggak gampang di daerah,” katanya. Sementara teve dihadapkan pada tingginya biaya produksi, rendahnya kreativitas, hingga rendahnya rating dan share penonton. Hukum besi televisi menyatakan : tak ada penonton, tak ada iklan.

Pasar pengiklan lokal sampai sekarang kurang berminat membagi iklannya ke teve lokal. Padahal mereka seharusnya ‘darah’ bagi teve lokal. ”Pengiklan (lokal) lebih suka beriklan di radio atau di media cetak”, kata I Nyoman Winata, Direktur Utama Semarang Cakra TV. Bagi perusahaan berskala nasional, teve lokal dianggap kurang manjur buat beriklan. Buktinya, menurut Didik Supratikno, perusahaan jamu dan minuman  nasional di Semarang  tak pernah menggunakan teve lokal sebagai media promosi.  “Mereka lebih suka membelanjakan iklannya di media nasional,” katanya.

Teve lokal alhasil diisi pengiklan atau pengusaha lokal dengan kebutuhan ‘spesial’. Seperti pelaku pengobatan alternatif dan supranatural yang ’dari sononya’ agresif beriklan menjaring ’pasien’ baru. Sudah adat bisnis dunia, sedikit pelanggan bisa setia kecuali terpaksa. Karena pasar mereka adalah pasien ’putus asa’.

Hubungan marketing teve lokal dengan para pelaku usaha pengobatan alternatif dan mistik itu juga sangat dekat. Lilik mengungkapkan, ”Kadang mereka datang ke tempat kami, atau kami yang mendatangi mereka,” katanya. Pola itu juga dilakukan di Cakra TV. Para pengobat alternatif, kini merupakan calon pemasang iklan potensial. ”Mau apa lagi ? Untuk saat ini, mereka yang sedang  punya uang”, kata Nyoman Winata.  Tak heran, pengelola teve lokal saling berebut kue iklan yang ’kurus’ di segmen ini.

Iklan-iklan lokal itu memang jitu. Seperti dialami Paguyuban Tri Tunggal. Meski memakan ongkos tak sedikit, kerap beriklan adalah kiat agar pasien datang berduyun – duyun ke paguyuban mereka di Pudak Payung, Semarang. ”Ini bagian dari silaturahmi,” kata Dimas Hendri, salah seorang pengurus paguyuban, tanpa mau menyebut jumlah duit yang keluar untuk iklan. Paguyuban yang dikenal dengan penyembuhan ’Babahan Hawa Sanga’ ini mengaku sudah menyembuhkan ribuan orang. ”Ada sekitar 50 ribu orang. Kami punya data dan testimoninya,” aku kata Dimas bangga. Benar atau tidaknya tentu Wallahualam.

Bagi Dimas, Tri Tunggal tidak mempraktekkan pengobatan mistik. ”Kami mengobati seseorang dengan mendorong sugesti si pasien,” jelasnya. Jika sesorang menginginkan dagangan laris, ia tidak menangani. ”Saya akan tanya kebersihannya, makanannya enak atau tidak,” lanjutnya. Dimas juga tidak akan memberi garam atau penglaris untuk ditaburkan di warung. Kalaupun itu diberikan, katanya, itu untuk menumbuhkan sugesti. ” Jadi rasio dan  spiritual jalan,” katanya memberi sugesti.

Lain lagi alasan Cilik Guntur. Menurut Ketua Laskar Petir—ini nama pasar demi melariskan anak buahnya—siaran televisi merupakan sarana syiar agama. Tetapi karena banyak masyarakat berpikiran rendah dan kurang mampu, maka perlu solusi pengobatan alternatif. ”Buktinya pengobatan seperti Ponari itu laris, kan?” katanya membenarkan diri.  Cilik pernah bersiaran di berbagai stasiun teve, dan membuat berbagai program supranatural. Namun dia enggan mengungkapkan berapa budget yang dikeluarkan untuk keperluan itu. ”Ah…saya kan orang marketing juga,” katanya berkilah.

See also  Pelajaran Rusdi Mathari: Karena Jurnalisme Bukan Soal Kecepatan

Orang-orang seperti Dimas dan Cilik memang tak perlu merogoh kocek dalam-dalam. Pengelola teve lokal saling melakukan perang diskon di antara mereka. Harga iklan di price list  bisa ditawar sampai setengahnya, bahkan kurang.  Harga per spot iklan 60 detik yang semula Rp 300 ribu bisa ditawar sampai Rp 150.000.  Nyoman Winata mengungkapkan bahwa harga per spot iklan di Cakra TV Rp. 150 ribu untuk durasi 30 detik. Sedangkan iklan 60 detik, dua kali lipat harganya. ”Realisasinya tergantung teman-teman di lapangan”, kata Winata.

Harga space talkshow, yang dijual dengan sistem paket atau per episode, juga bisa dinego. Umumnya, harga paket jatuhnya lebih murah. ” Di TVKU, harga satu jam talkshow untuk 13 episode yang tayang setiap pekan, berkisar Rp 2.500.000 per episode,” kata Lilik membuka rahasia harganya. Harga itu separuh dari harga resmi yang diumumkan. TVKU mematok harga Rp 5.000.000 per episode untuk satu paket talkshow yang terdiri  13 episode dan tayang per pekan. Harga akan makin murah jika waktu show dua pekan sekali.  Namun Ary Yusmindar, seorang praktisi penyiaran di Kota Semarang, mengungkapkan harga satu kali talk show di TVKU adalah Rp 2.125.000 untuk durasi satu jam. Manajer program LeSPI (Lembaga Studi Pers dan Informasi, Semarang) pernah membeli jam siar di TVKU. Harga resmi bukanlah harga jadi.

Perolehan iklan TVKU, menurut Lilik, baru mencapai Rp 70 juta per bulan. ”Biaya operasional kami sekitar Rp 150 juta per bulan. Jadi separuh biaya operasional harus ditanggung yayasan”, katanya. Yayasan yang dimaksud Lilik adalah Yayasan Pendidikan Dian Nuswantara, pengelola sebuah kampus perguruan tinggi di Semarang. Bila tayangan pengobatan dan mistik bisa muncul 6 kali sepekan dengan tarif Rp 2,5 juta per episode, pendapatan iklannya baru menutup sepertiga dari biaya operasional.

Persaingan harga iklan justru memperparah kondisi para teve lokal. ”Ada lho, teve lokal di Semarang yang berani mengambil iklan dengan harga Rp 100 ribu per spot”, kata Lilik. Main sabet iklan tak lepas dari beban operasional teve yang memang tinggi. Perolehan iklan teve lokal umumnya masih jauh dari cukup untuk menutup biaya operasional.

Di Cakra TV, biaya operasional mencapai kisaran Rp 150 juta per bulannya. Pengeluaran terbesar untuk gaji karyawan. ”Sisanya untuk membayar listrik, telefon dan lain-lain,” kata Nyoman Winata. ”Target iklannya Rp 300 juta per bulan,” lanjutnya. Pendapatan iklan mereka saat ini separuh dari target iklan atau sekitar Rp 150 juta.

Usaha untuk menekan biaya produksi juga terus dilakukan. Misalnya dengan cara melokalkan program. Tadinya targetnya sampai 80 persen. Tapi, bagaimana bisa membuat program jika tak ada penghasilan. Cara lain adalah menayangkan program recycle dari TV nasional, merelay dari TV lain, menayangkan program dari TV kabel, program sindikasi yang berasal dari satu jaringan, atau pun membuat program yang nyaris tanpa biaya seperti program musik.

Semua teve lokal rata-rata memiliki program video klip musik Indonesia. Video klip muncul sebagai pengisi jeda antar program atau untuk mengisi slot iklan yang tidak tersisi. Acara musik merupakan program yang relatif tidak berbiaya, karena materi klip diberikan oleh major label yang mengeluarkan album.  Pemutaran video klip ini free of charge, karena kedua pihak diuntungkan. Teve lokal mendapat materi untuk mengisi program, sedangkan major label memperoleh promosi gratis.

Relay juga banyak dilakukan. TVKU,  misalnya,  dari 12 jam rentang waktu siarannya, hampir  4 jam–mulai dari pukul 13.00 – 17.00–menyiarkan siaran pendidikan dari TVE.  Sementara Cakra TV memilih menayangkan program berita  dan beberapa program lain dari jaringannya dari Bali TV. Seperti Lintas Mancanegara dan Sekilas Berita.  Adapun TA TV Solo sebagian acaranya diisi oleh program milik MNC Group milik taipan Harry Tanoesoedibyo, seperti Kilas Indonesia atau VH1. Stasiun teve lokal pertama di Kota Solo ini juga menayangkan VOA Pop News dari Voice Of America (VOA) program Bahasa Indonesia.  Selain itu, TATV juga menyiarkan program NBA yang dipasok dari Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI).

Semula relay dianggap cara alternatif menolong pemilik teve lokal. Selain murah, untuk mengisi rentang program, juga bisa digunakan mencari iklan. Nyatanya, relay tak banyak mengalirkan duit ke teve lokal. Tak ada pengiklan berminat. Kalaupun ada iklan – iklan muncul, itu adalah bonus pemasang iklan di program lain.

Pengobatan alternatif dengan beragam metoda penyembuhannya, acara supranatural, mistik dan sebagainya, suka tidak suka ternyata ’dewa penolong’ teve lokal.  Menurut Widodo Mukti, yang perlu ditekankan adalah tanggung jawab moral media massa untuk tidak menyuburkan hal–hal yang bersifat magis dan klenik di masyarakat. ”Saya salut dengan teve lokal yang berani tidak menayangkan iklan–iklan atau program sejenis itu”, kata Widodo.

* Tulisan tersebut  merupakan salah satu reportase dari sejumlah laporan yang terangkum dalam buku “Wajah Retak Media” yang penerbitannya didukung TIFA dan AJI Indonesia.

Artikel Terkait

3 Replies to “Teve Klenik Van Java”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

aji.solokota@gmail.com